MASYARAKAT SADAR DAN BERBUDAYA HUKUM


Wednesday 11 May 2016

PERAN DAN FUNGSI ADVOKAT



A. Peranan Advokat.
Menurut Soerjono Soekanto seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lainnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. Setiap penegak hukum secara sosiologis mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role) sebagai penegak hukum. Kedudukan (status) merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya mempunyai suatu wadah, yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiaban tertentu. Hak- hak dan kewajiban tadi merupakan peranan atau “role”.

Suatu peranan tertentu, dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut :
1. Peranan yang ideal (ideal role)
2. Peranan yang seharusnya (expected role)
3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role)
4. Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role)

Peranan yang sebenarnya dilakukan kadang-kadang juga dinamakan “role perfonmance” atau “role playing”. Dengan demikian dapat dipahami bahwa peranan yang ideal dan seharusnya datang dari pihak atau pihak-pihak lain, sedangkan yang dianggap oleh diri sendiri serta peranan yang sebenarnya dilakukan berasal dari diri sendiri.

Seorang penegak hukum sebagaimana halnya dengan warga masyarakat lain juga mempunyai kedudukan dan peranan. Sebagai seorang penegak hukum pusat perhatian sudah pasti diarahkan pada perananya, peranan yang seharusnya dan peranan aktual.
Peranan yang seharusnya dari kalangan tertentu seperti advokat telah dirumuskan dalam Undang-undang.demikian pula halnya dengan perumusan terhadap peranan yang ideal. berkaitan dengan peranan advokat Undang-undang advokat nomor 18 tahun 2003 tersebut memberikan pengertian advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum di dalam maupun di luar persidangan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-undang ini.
Kata advokat, secara etimologis berasal dari bahasa latin advocare, yang berarti to defend, to call to one,s aid to vouch or warrant. Sedangkan dalam bahasa Inggris advokate berarti : to speak in favbour of or depend by argument, to support,indicate,or recommanded publicy. Secara terminologis, terdapat beberapa pengertian advokat yang didefinisikan oleh para ahli hukum, organisasi, peraturan dan perundang-undangan yang pernah ada sejak masa kolonial hingga sekarang menurut RUU KUHAP pengertian advokat adalah orang yang memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasrkan ketentuan Undang-undang tentang Advokat.

Advokat dalam memberikan jasa hukumnya dalam praktek dapat dijumpai dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dimuka sidang. Dalam semua tingkat tersebut advokat harus mempunyai surat kuasa yang diperoleh dari pemberi kuasa untuk mendampingi, mewakili, memberikan nasihat hukum kepada kliennya.
Surat kuasa merupakan sesuatu yang penting dalam menangani suatu kasus tindak pidana korupsi karena tanpa surat kuasa advokat tidak dapat untuk memberikan jasa hukum di pangadilan yang mana dalam tingakat pemeriksaan baik ditingkat penyidikan, penuntutan, pemeriksaan dimuka sidang surat kuasanya harus berbeda dari beberapa tingkat tersebut.
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.

Penegakan hukum merupakan rangkaian proses penjabaran nilai, ide, dan cita untuk menjadi sebuah tujuan hukum yakni keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai yang terkandung didalamnya haruslah diwujudkan menjadi realitas yang nyata. Eksistensi hukum menjadi nyata jika nilai-nilai moral yang terkandung dalam hukum dapat diimplementasikan dengan baik. Penegakan hukum pada prinsipnya harus memberikan manfaat atau berdaya guna bagi masyarakat. Disamping itu masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum dalam rangka mencapai suatu keadilan. Kendatipun demikian tidak dapat dipungkiri, bahwa apa yang dianggap berguna (secara sosiologis) belum tentu adil, juga sebaliknya apa yang dirasakan adil (secara filosopis), belum tentu berguna bagi masyarakat.

Pada dasarnya, penegakan hukum dapat terlaksana dengan baik jikalau antara unsur masyarakat dan unsur penegak hukumnya saling berkesinambungan dalam menjunjung tinggi prinsip serta tujuan hukum. Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.
Dari unsur penegakan hukum advokat harus memenuhi syarat formil dan syarat materiil. Syarat formil menentukan sah tidaknya kuasa hukum sedangkan syarat materiil menggambarkan apa yang dilakukan kuasa hukum benar-benar kehendak dari kliennya. Apabila ada perbedaan antara pihak formil dan pihak materiil maka yang dimenangkan adalah pihak materiil yaitu klien, sebagai pihak yang berkepentingan. Dalam ketentuan pasal 5 ayat (1) UU Advokat menyatakan bahwa status advokat sebagai penegak hukum mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan. Namun status advokat selain bermakna sebagai penegak hukum, juga bemakna sebagai profesi. Oleh karenanya sering terjadi benturan kepentingan antara keduanya.

Apakah statusnya sebagai penegak hukum sama dengan penegak hukum lainnya, ataukah beda. Ketentuan pasal 5 UU Advokat tersebut memang telah merinci kedudukan dan wewenang advokat sebagai penegak hukum. Akan tetapi, timbul masalah apakah advokat/pengacara hanya harus membela kepentingan klien saja sehingga walaupun dia tahu bahwa kliennya salah, ia akan melakukan apa saja yang dibolehkan agar putusan hakim tidak akan merugikan klien, ataukah tugas advokat sama dengan tugas hakim atau penegak hukum lainnya yaitu untuk menegakkan hukum demi kepentingan umum dengan menyandang predikat penegak hukum. Sehingga konsekuensinya, advokat tidak boleh membela kepentingan klien secara membabi buta karena juga harus ikut menegakkan hukum.

Menurut sebagian ahli hasil dari lokakarya para advokat di Jakarta, alternatif yang kedualah yang sesuai dengan tugas untuk menegakkan hukum dan keadilan yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman pasal 37 UU No. 14 tahun 1970 yang menetapkan bahwa dalam memberi bantuan hukum pengacara membantu melancarkan penyelesaian perkara. Yaitu membantu hakim dalam memutuskan perkara dengan data dan informasi yang ada padanya yang disampaikan dimuka pengadilan.

Sudikno Mertokesumo menyatakan, bahwa pengacara atau advokat kedudukannya subjektif karena ia ditunjuk oleh salah satu pihak untuk mewakilinya di persidangan dan penilainyapun sangat subyektif karena ia harus membela kepentingan kliennya. Akan tetapi perlu diingat bahwa fungsi pokok seorang pengacara adalah untuk membantu melancarkan penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi pancasila, hukum dan keadilan. Disamping itu juga sesuai dengan kode etik advokat bahwa advokat tidak harus mengutamakan kepentingan kliennya saja akan tetapi lebih pada mengutamakan tegaknya hukum, keadilan dan kebenaran.

Masalah lain timbul jika diihat dari fakta empiris bahwasanya advokat atau pegacara dalam menangani perkara hanya memahami profesinya sebagai kuasa hukum dari klien dan mengesampingkan profesinya sebagai salah satu aparat penegak hukum. Sehingga ia akan mudah menerima dalam bentuk apapun suap dari klien bahkan sampai melakukan perjanjian dengan aparat penegak hukum lainnya seperti jaksa dan hakim. Sehingga yang dikedepankan bukanlah prinsip kebenaran dan keadilan tapi kemenangan dalam suatu perkara. Dari sini muncul anggapan masyarakat bahwa hukum dapat dimanipulasi dan dibeli. Sehingga kepercayaan kepada aparat penegak hukum ini lebur dengan sendirinya.

Jika kita pandang dari kacamata sosiologi hukum, kita dapat mengasumsikan bahwa ada dua faktor yang paling menonjol yang mempengaruhi aparat penegak hukum dalam menegakkan hukum yaitu faktor internal dan eksternal. Adapun faktor internal yang berasal dari penegak hukum itu sendiri. Salah satu contoh, adanya kecenderungan dari aparat penegak hukum dalam menegakan hukum berpedoman pada Undang-Undang semata sehingga mengesampingkan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Selanjutnya faktor eksternal yang berasal dari luar penegak hukum itu sendiri misalnya ketika terjadi peristiwa hukum adanya kecenderungan masyarakat yang menyelesaikan dengan caranya sendiri sepertihalnya penyuapan.

Maka dari itu seharusnya para aparat penegak hukum merenungkan kembali apa itu etika profesi hukum yang akhirnya terejawantahkan dalam kode etik profesi hukum. Agar advokat atau pengacara dapat menjalankan tugas profesinya dengan baik, kiranya perlu memahami lalu mengamalkan apa yang menjadi sumpah janjinya advokat, yaitu: “Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji : Peran advokat dalam memberikan jasa hukum bagi kepentingan klien diartikan bahwa bagaimana advokat menjalankan profesinya sesuai dengan tugas dan fungsinya serta kode etik dan sumpah advokat.

Mengenai sumpah advokat dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor18 tahun 2003 tentang Advokat yang menyebutkan :
“Demi Allah saya bersumpah / saya berjanji” :
 Bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia;
 Bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu barang kepada siapapun juga;
 Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keasilan;
 Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan, atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara klien yang sedang atau akan saya tangani;
 Bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagi advokat;
 Bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya saya merupakan bagian dari tanggung jawab profesi saya sebagai advokat.

Disamping pembaharuan dari sisi penegak hukum dalam hal ini advokat, juga perlu pembenahan dari unsur masyarakatnya. Masyarakat sebagai pelaksana hukum dan pencari keadilan tidak seharusnya membungkam para aparat penegak hukum demi kepentingannya, termasuk membungkam pengacara demi memenangkan perkara yang dihadapinya.

Menurut Amir Syamsudin, bahwa teks sumpah advokat pada point terakhir ini berbeda dengan teks sumpah yang selama ini telah ada sebagai berikut;” bahwa saya tidak akan membela atau memberi nasihat hukum dalam suatu perkara yang menurut keyakinan dan kepercayaan saya tidak mengandung dasar hukum untuk diajukan ke pengadilan”, bahwa teks ini sangat interpretatif dan tidak konkret. Dalam menjalankan profesinya Menurut Ropuan Rambe, seorang advokat harus memegang teguh sumpah advokat dalam menegakkan hukum keadilan, dan kebenaran. Advokat adalah profesai yang bebas; free profesion;vrijberoep, yang tidak tunduk pada hirarki jabatan dan tidak tunduk pada perintah atasan, dan hanya menerima perintah atau order atau kuasa dari klien berdasarkan perjanjian yang bebas, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang tunduk pada kode etik profesi advokat, dan tidak tunduk pada kekuasaan publik.

Selain mengenai sumpah advokat. Advokat juga harus mendalami keperanan advokat dengan kode etik tersebut, maka untuk mudah mendapat pegangan tentang yang wajib ditaati dan dipenuhi oleh advokat, Kode etik Advokat memberikan lebih jelas kepada anggota-anggotanya tentang praktek dalam profesi yang harus dilakukan. Karena dalam kode etik advokat telah diberikan petunjuk kepada anggotanya tentang hal- hal sebagai berikut :
1. Soal tanggung jawab
2. Soal keharusan yang mereka perbuat.
3. Menjaga kelakuan / perilaku sebagai seorang yang profesional dalam menjalankan profesinya
4. Integritas harus dijaga dalam menjalankan profesinya
5. Menjaga reputasi.
Ini berarti yang menjadi sasaran atau obyek adalah agar kode etik ditaati dan dijalankan oleh para profesional dalam menjalankan profesinya, dan sekaligus pula menjadi tonggak tegaknya hukum dan keadilan

Dalam peranannya yang pertama, pembela mengambil posisi berhadapan dengan peradilan. Tujuannya tidak lain adalah untuk mempertahankan hak-hak kliennya. Dalam hubungan ini kedudukan pembela harus otonom dan tidak bergantung. Ia juga harus menjaga agar tidak terjatuh dalam suasana kompromi.

Peranan yang kedua advokat sebagai pemberi bantuan hukum, menurut Satjipto Rahardjo seorang pembela sedikit banyak harus melakukan “kerja sama” dengan pak Hakim dan pak Jaksa. Hal ini dilakukan adalah demi kelangsungan hubungan yang teratur antara pembela dengan para pejabat hukum, ia tidak dapat selalu mengambil sikap yang berlawanan terhadap mereka, dalam situasi demikian kedudukan pembela seolah-olah berubah menjadi pegawai pengadilan.
Maksud dari pendapat di atas seorang advokat harus menjalin kerja sama dengan Hakim maupun Jaksa dengan tujuan untuk demi kelangsungan hubungan yang teratur antara advokat dengan pejabat pemerintah yang tidak lain adalah untuk tegaknya kebenaran dan keadilan serta advokat harus menyadari bahwa kedudukanya berbeda dengan pegawai pemerintah karena advokat/pembela adalah pekerjaan yang memberikan jasa kepada orang lain yang secara materi didapatkan dari honorarium dari klien.

Peranan advokat dalam menjalankan kode etiknya tidak begitu mudah dan sederhana. Hal mana pernah digambarkan oleh P.M Trapman dengan keterangannya bahwa betapa sulitnya seorang advokat dalam proses pidana untuk memperpadukan antara keharusan memihak pada terdakwa sebagai digambarkan dalam kata Belanda noodzakelijke eezijdigheid dan di samping kewajiban advokat mengemukakan penilaian yang obyektif terhadap kejadian karena memanfaatkan diri dalam Ethische Legimitatie.
Kode etik adalah merupakan perangkat moral yang sesungguhnya mesti ada pada semua profesi termasuk di dalamnya profesi advokat. Obyek material dari etika adalah moralitas yang melekat pada suatu profesi. Oleh karena itu, pada tanggal 4 April 1996, berdasarkan kesepakatan antar tiga profesi hukum Indonesia, yaitu Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), dan Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) memutuskan untuk menciptakan dan memiliki suatu kode etik yang berlaku untuk semua penasihat hukum Indonesia tidak terkecuali penasihat hukum berkebangsaan asing yang berpraktek di Indonesia. Secara sistematis, kode etik yang telah disepakati oleh asosiasi atau organisasi profesi itu dibagi dalam ketentuan-ketentuan pokok sebagai berikut yaitu kode etik yang berkaitan dengan sikap, perilaku, dan kepribadian Penasihat Hukum pada umumnya.

Di sini memuat aturan yang mana sejalan dengan sumpah pengangkatan seorang penasihat hukum sebagaimana dijelaskan di dalam uraian berikut ini antara lain :
Setiap penasihat hukum adalah warga negara yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menjalankan praktek profesinya menjunjung tinggi hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta sumpah jabatannya.
Penasihat hukum dilarang melakukan sikap-sikap diskriminasi, karena itu harus bersedia memberi nasehat dan bantuan hukum kepada yang memerlukannya tanpa membedakannya suku, agama, kepercayaan, keturunan, kedudukan sosial atau keyakinana politiknya dan tidak semata mencari imbalan materi, tetapi harus mengutamakan penegakan hukum, keadilan dan kebenaran dengan cara jujur dan bertanggung jawab.

Penasihat hukum dalam menjalankan praktek profesinya harus bebas dan mandiri sertsa tidak dipengaruhi oleh siapa pun dan wajib memeperkuangkan setinggi-tingginya hak asasi manusia di dalam negara hukum Indonesia. Penasihat hukum wajib memegang teguh solidaritas sesama teman sejawat dan apabila teman sejawat diajukan sebagai tersangka dalam suatu perkara pidana, maka ia wajib dibela oleh teman sejawat lainnya secara Cuma-Cuma. Penasihat hukum tidfak dibenarkan melakukan pekerjaan yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat penasihat hukum dan dalam perilaku sehari-harinya senantiasa menjunjung tinggi profesi pensasehat hukum sebagai profesi yang terhormat (officium nobile).
Penasihat hukum dalam melakukan praktek profesinya harus bersikap hati-hati dan menjaga sopan santun terhadap para pejabat penegak hukum,sesama teman sejawat dan masyarakat, namun berkewajiban mempertahankan hak dan martabat penasihat hukum di mana pun ia berada.
Kode etik ini dapat dijadikan rambu-rambu bagi advokat dalam menentukan suatu pelanggaran hukum secara obyektif. Rambu-rambu di sini adalah setiap madvokat harus jujur dan bertanggungjawab dalam menjalankan profesinya baik dengan klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama pada dirinya sendiri.
Praktek yang professional dalam menjalankan profesinya lazimnya berporos pada kemampuan dalam menjalankan pengetahuan formal yang dimilikinya kemudian dijalankan dengan pendekatan etis dalam menjalankan pekerjaannya yaitu kode erik. Arti professional itu sendiri merupakan profesi yang dilengkapi dengan ilmu pengetahuan dan juga dilengkapi dengan pelatihan yang mantap bagi seorang profesionla untuk meminta bantuan jasanya itu yakin dan percaya dan tertarik untuk minta bantuaanya

Sebelum berbicara mengenai pemberian jasa hukum, pengertian jasa menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia jasa adalah perbuatan yang baik / berjiwa dan bernilai bagi orang lain, negara dsb. Pemberian jasa hukum kepada setiap orang/ klien/korporasi berkaitan dengan tindak pidana korupsi dapat dilakukan dalam beberapa tingkat yakni tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dimuka siding pengadilan Secara yuridis ia juga didukung oleh ketentuan-ketentuan hukum dan nilai-nilai universal. Selain itu, secara sosiologis pemberian jasa hukum khususnya bagi masyarakat tidak mampu/miskin merupakan kebutuhan masyarakat dalam upaya mencari kebenaran, menegakkan keadilan, dan menjamin hak asasi manusia.dalam memberikan jasa hukumnya, advokat dapt melakukan secara prodeo maupun atas dasar honorarium/fee berdasarkan kesepakatan bersama dan tingkat kewajaran serta kondisi kliennya.

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (2) memberikan pengertian jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
Pengertian jasa hukum tersebut berbeda dengan pengertian bantuan hukum menurut undang- undang advokat. Bantuan hukum mempunyai pengertian tersendiri yaitu jasa hukum yang diberikan oleh advokat secara cuma- cuma kepada klien yang tidak mampu.

Berkaitan dengan Jasa hukum seorang advokat dapat diberikan dalam litigasi dan juga non litigasi. Nonlitigasi ini dapat berupa konsultasi hukum memberikan memberikan advice hukum kepada klien berkaitan dengan perkara tindak pidana korupsi. Dalam proses litigasi peran advokat dapat mengajukan saksi dan saksi ahli yang meringankan terdakwa,eksepsi, pledoi, banding, kasasi maupun peninjauan kembali

Tugas dan fungsi advokat dalam sebuah pekerjaan atau profesi apa pun tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Karena keduanya merupakan sistem kerja yang saling mendukung. Dalam menjalankan tugasnya, seorang advokat harus berfungsi :
a. Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia;
b. Memperjuangkan hak-hak asasi manusia dalam negara hukum Indonesia;
c. Melaksanakan kode etik advokat;
d. Memberikan nasehat hukum; (legal advice);
e. Memberikan konsultasi hukum (legal consultation);
f. Memberikan pendapat hukum (legal opinion);
g. Menyusun kontrak-kontrak (legal drfting);
h. Memberikan informasi hukum (legal information);
i. Membela kepentingan klien (litigation);
j. Mewakili klien di muka pengadilan ( legal representation);
k. Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada masyarakat yang lemah dan tidak mampu (legal aid).
Mengenai pengertian klien ada beberapa pendapat yang dikemukakan yaitu :
Dalam Kamus umum Bahasa Indonesia, Klien diartikan orang yang minta bantuan atau nasihat pada pengacara, konsultan dsb. Dalam Kamus hukum klien adalah pelanggan, orang atau lainnya yang memperoleh bantuan hukum dari seorang pengacara.
Pengertian Klien menurut Undang-undang advokat nomor 18 tahun 2003 adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari advokat
Berdasarkan definisi klien di atas dapat disimpulkan klien adalah orang/badan hukum yang membutuhkan jasa hukum dari advokat baik litigasi maupun non litigasi berupa pendampingan, mewakili ataupun memberikan advice hukum demi kepentingan orang/badan hukum hukum yang membutuhkan jasa advokat.
Dalam menjalankan perannya, advokat wajib menjalankan hubungan baik dengan para kliennya, karena menurut Martiman Prodjohamidjojo; “pekerjaan penasihat hukum adalah pekerjaan kepercayaan”. dimaksud hubungan baik itu sebagaimana dijelaskan di bawah ini :
1. Penasihat hukum di dalam mengurus perkara mendahulukan kepentingan klien daripada kepentingan pribadinya;
2. Penasihat hukum dalam perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai;
3. Penasihat hukum tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan kliennya mengenai perkara yang diurusnya;
4. Penasihat hukum dilarang keras menjamin klien terhadap perkaranya akan dimenangkan;
5. Penasihat hukum dilarang menetapkan syarat-syarat yang membatasi kebebasan klien untuk mempercayakan kepentingannya kepada penasihat hukum yang lain;
6. Penasihat hukum harus menentukan besarnya honor dalam batas-batas yang layak dengan mengingat kemampuan klien;
7. Penasihat hukum dilarang membebani klien dengan biaya- biaya yang tidak perlu;
8. Penasihat hukum dapat menggunakan hak retensi terhadap klien asalkan tidak merugikan kepentingan klien yang dapat diperbaiki lagi.
9. Penasihat hukum harus selalu memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan kepadanya oleh klien secara kepercayaan dan wajib menjaga rahasia itu.
Pada dasarnya butir-butir di atas dapat diartikan mengenai hak- hak klien dimana harus dijaga hubungan baik itu tanpa menimbulkan suatu permasalahan yang bisa terjadi antara advokat dan klien. Dalam hal ini jangan sampai klien dirugikan oleh seorang advokat atau peran yang dimainkan oleh advokat harus sesuai dengan sumpah dan kode etik advokat serta menjunjung tinggi supremasi hukum.
Advokat dalam menjalankan profesinya tidak mematuhi kode etik advokat akan dapat diadukan ke dewan kehormatan dengan ancaman sanksi seperti peringatan biasa, keras dan dapat di copot ijin prakteknya sebagai advokat Ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU Advokat memberikan status kepada Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Kedudukan tersebut memerlukan suatu organisasi yang merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat, yaitu Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat”. Oleh karena itu, Organisasi Advokat, yaitu PERADI, pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi Negara.
Dengan demikian, profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum. Setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara, selalu melibatkan profesi advokat yang kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya. Dalam upaya penegakan supremasi hukum, terutama praktik mafia peradilan, advokat dapat berperan besar dengan memutus mata rantai praktik mafia peradilan yang terjadi. Peran tersebut dijalankan atau tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat yang telah dijamin kemerdekaan dan kebebasannya dalam UU Advokat. Baik secara yuridis maupun sosologis advokat memiliki peranan yang sangat besar dalam penegakan hukum. Peran advokat dalam penegakan hukum dirasa belum maksimal, hal tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor.
Peran dan tanggungjawab advokat dalam penegakan hukum dalam kenyataannya belum optimal, hal tersebut dikarenakan adanya benturan kepentingan antara advokat sebagai penegak hukum yang harus menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran dan advokat sebagai profesi hukum yaitu kuasa hukum yang bertindak sebagai kuasa atau wakil dari klien (pihak yang berperkara). Sehingga seharusnya advokat dalam membela klien harus bertindak sebagaimana kode etik advokat yang bertugas untuk menegakkan keadilan bagi kliennya dan semuanya. Serta membantu hakim dalam menemukan kebenaran sehingga tidak dibenarkan jika ia kukuh mempertahankan kesalahan klien, yang dicari adalah keadilan yang bersifat luas, bukan hanya kepentingan memenangkan perkara di Pengadilan.















PENUTUP.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa: Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum karena setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara, selalu melibatkan profesi advokat. Peran tersebut dijalankan atau tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat yang telah dijamin kemerdekaan dan kebebasannya dalam UU Advokat. Baik secara yuridis maupun sosologis advokat memiliki peranan yang sangat besar dalam penegakan hukum.
Tugas, kewajiban, sikap dan tangungjawab seorang advokat sebagai penegak hukum semuanya tertuang dalam kode etik profesi advokat yang dijadikan landasan dalam melakukan aktivitasnya. Yang mendasar dari tugas dan tanggungjawab advokat yaitu berhubungan antara mewakili klien, menjunjung tinggi keadilan, kejujuran dan Hak Asasi Manusia, serta membantu hakim dalam proses penegakan kebenaran dan keadilan.



































DAFTAR PUSTAKA

Arief T. Surowidjojo, Pembaharuan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. 2004,
Amir Syamsudin, Menyambut Undang-undang Advokat,peran advokat dalam Pembangunan, Jakarta. 2002.
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Lokakarya tentang Pengacara Pada Badan Peradilan Agama, Jakarta. 1977.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1999.
Frans Hendra Winarta, Advokat Indonesia ,Idealisme dan Keprihatinan, Sinar Harapan. Jakarta. 1995.
Ignatius Ridwan Widyadarma, Etika Profesi Hukum dan Keperanannya, Undip, Semarang. 2001.
Ismu Gunadi Widodo, Tanggungjawab Advokat Dalam Penegakan Hukum,
Ropuan Rambe, Tehnik Praktek Advokat, Grasindo. Jakarta. 2001.
Rahmat Rosyadi, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, Ghalia Indonesia. Bogor, 2002.
Mukti Arto, Mencari Keadilan (Kritik Solusi terhadap Praktik Peradilan Perdata di Indonesia), Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2001.
Martiman Prodjohamidjojo, Penasehat Hukum dan Bantuan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.1982.
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2002.
Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum di Indonesia (Suatu Tinjauan Sosiologis), Genta Publishing, Yogyakarta. 2009.
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika. Jakarta. 1994.
Sarlito W, Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta.2010.
Sudarsono, Kamus Hukum; Rineka Cipta, Jakarta. 2007.
W.J.S,Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka. Jakarta.1983.
Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 Tentang Advokat

0 komentar:

Post a Comment

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com